KOMISI VI HARAPKAN PELAKU USAHA LAKSANAKAN UNDANG-UNDANG PERSAINGAN USAHA SEHAT

18-11-2009 / KOMISI VI

            Pengembangan usaha ritel di Indonesia dihadapkan pada persoalan persaingan usaha antara sektor ritel modern dengan pasar tradisional. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Sehat telah mengamanatkan kepada pelaku usaha agar melaksanakan usaha dengan menganut prinsip-prinsip persaingan sehat dan melarang usaha monopoli.

            Harapan itu disampaikan Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto, saat memimpin Rapat Kerja dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Selasa (17/11), di Gedung DPR RI, Jakarta.

             Prakteknya, menurut Airlangga pelaksanaan UU ini tidak mudah, walaupun Presiden telah menerbitkan Peraturan Presiden tentang Pengaturan Retail Modern dan Pasar tradisional.

            Perkembangan pasar tradisional yang semakin menurun dan makin maraknya usaha ritel modern yang menjangkau ke berbagai pelosok. “terpuruknya sektor tradisional dan semakin maraknya retail modern,” kata Airlangga.

            Anggota Komisi VI Ahmad Mumtaz Rais mengatakan pasar tradisional mempunyai nilai strategis yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan asli daerah, dan dapat menstabilkan harga sembako.

            Namun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat masih kurang terlaksana dengan baik. Dia menjelaskan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisonal dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, belum terimplementasi dengan sempurna.

            Selain itu, Menurut Ahmad Mumtaz Rais, ada Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang memutuskan ada alokasi 20 persen zona di setiap hypermarket atau supermall yang diperuntukkan dijadikan stan pasar tradisional yang diambil dari UKM yang juga belum terimplementasi dengan baik. “Pelaksanaan kebijakan tersebut masih terbentur dengan kebijakan Pemerintah Daerah yang masih berpihak kepada pebisnis besar,” Anggota dari Fraksi Partai Amanat nasional itu.

            Iskandar D. Syaichuf dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, menginginkan adanya perhatian khusus dari Pemerintah terhadap pasar taradisonal. Dia mengatakan pasar tradisional memiliki potensi sangat besar. “Selain berpotensi menjaga dan menggerakan perekonomian masyarakat kelas bawah tetapi juga potensi bisnis,” katanya. Kalangan perbankan dapat memanfaatkan 12,625 juta orang yang merupakan debitur potensial. “Jumlah pedagang yang sangat menarik untuk perbankan”, kata Iskandar. Hampir sekitar 40 persen kredit BPR ditujukan untuk pedagang pasar tradisional.

            Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum yang mengagendakan masukkan mengenai pelaksanaan UU Persaingan Sehat dan Peraturan Presiden Pengaturan Pasar tradisional dan retail modern, Ketua APPSI Prabowo Subianto, mengungkapkan sedikitnya 30 gerai ritel moderen tercatat melanggar Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2002 tentang Jarak Antara Pasar Modern dan Pasar Tradisional. Pada perda disebutkan bahwa pasar tradisional dan pasar modern harus berjarak minimal dalam radius 2,5 kilometer. "Akibatnya (pelanggaran) setidaknya 75 pasar tradisional terpukul karena ritel yang melanggar perda tersebut," katanya.

            Berdasarkan catatan APPSI, 30 gerai ritel yang dianggap melanggar Perda DKI Jakarta nomor 2 tahun 2002 di antaranya adalah Carrefour Lebak Bulus, Giant Point Square, Carrefour Kramat Jati, dan Pusat Grosir Cililitan. Selain itu, disebutkan pula pelanggaran dilakukan oleh Giant Kalibata, Giant Plaza Semanggi, Season City (Carrefour), Alfamart Angke.

            APPSI juga mencatat, secara umum pasar tradisional di Jakarta mengalami penurunan jumlah omzet. "Omzet menurun 35 persen dari tahun ke tahun," kata Prabowo. Dia juga mengungkapkan bahwa tingkat hunian sejumlah pasar berkurang. "Tingkat hunian kurang dari 80 persen. Bahkan ada yang tingkat huniannya hanya 30 persen," ujar Prabowo.

            Dalam catatan APPSI disebutkan pasar-pasar yang tingkat huniannya sudah berkurang. Di antaranya Pasar Sindang, Pasar Tugu, Pasar Sinar, Pasar Pademangan, Pasar Kebon Bawang dan pasar Enjo. Selain itu, beberapa pasar lain di antaranya Pasar Cipinang Muara, Pasar Cibubur, Pasar Ciracas, Pasar Bataputih, dan Pasar Mede.             Anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Satria Hamid Ahmadi membantah adanya pelanggaran peraturan oleh pebisnis ritel. "Jika dibedah lagi, peraturan daerah tersebut, dapat diketahui peraturan jarak pasar dalam radius 2,5 kilometer berlaku untuk pasar lingkungan," tukas dia.

            Pasar lingkungan, lanjut Satria, adalah pasar yang dekat dengan pemukiman padat. Sedangkan, usaha ritel berlokasi di dekat pasar wilayah.

            Ketua Pelaksana Harian Aprindo, Tutum Rahanta mengungkapkan, keberadaan usaha ritel di suatu lokasi tidak lepas dari keberadaan bangunan gedung perbelanjaan. Pada saat pengajuan izin pembangunan pusat perbelanjaan kepada pemda, tentunya sudah dicantumkan kegiatan dan usaha apa saja yang akan ada di dalamnya.

            "Dengan dibukanya suatu pusat perbelanjaan tentu kesempatan bagi kami untuk mengisi ruang di dalamnya. Misalnya meski bukan usaha ritel milik saya yang menempati, pasti usaha ritel lain akan masuk. Jadi, jangan selalu kami yang disalahkan," kilah dia.

            Ketua Aprindo, Benjamin Mailool mengatakan sebetulnya pasar tradisional dan ritel modern bisa berdampingan. "Sebab masing-masing memiliki keunggulan yang berbeda," kata dia. Benjamin lalu mengungkapkan keunggulan pasar tradisional yang bisa mempertahankan kesegaran produk yang dijual dan bisa ada interaksi tawar menawar. (as)

 

 

   

BERITA TERKAIT
Terima Audiensi Forkopi, Gobel Dukung Koperasi Soko Guru Perekonomian
30-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Rachmat Gobel mendukung pembenahan berbagai faktor dalam menentukan masa depan koperasi Indonesia...
Jelang Puasa, Kemendag Harus Stabilkan Harga dan Ketersediaan Minyakita
28-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak menyatakan keprihatinannya terhadap kenaikan harga Minyakita yang terus berada di...
Jelang Ramadan, Nasim Khan: Pemerintah Perlu Turunkan Harga Minyakita di Pasaran
27-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Sebulan menjelang bulan Ramadan, harga sejumlah bahan pokok termasuk Minyakita masih tinggi. Anggota Komisi VI DPR RI...
Revisi UU BUMN, Langkah Strategis DPR RI untuk Atasi Tantangan Kinerja dan Tata Kelola
23-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi VI DPR RI terus berupaya menuntaskan tantangan soal kinerja dan tata kelola Badan Usaha Milik Negara...